Ada Budaya Aceh Yang Di Angkat MPR Dalam Sosialisasi – MPR RI melaksanakan Pemasyarakatan Empat Pilar di Taman Seni Budaya Kota Banda Aceh. Acara ini dibalut dengan pertunjukan seni budaya ditempat dengan menghadirkan kesenian tradisionil yang jadi wakil tiga ciri-ciri daerah di Propinsi Aceh ialah Aceh pesisir, Aceh Tengah (pegunungan), serta Aceh Kepulauan.
Mengenai pertunjukan yang disajikan di antaranya tari Saman serta tari Ratu Juro (tarian saman yang pemainnya semua wanita), tari Guel (seperti tari persembahan), yang ketiganya merupakan kesenian tradisionil Gayo (Aceh Tengah). Lalu ada tarian Seudati, kesenian tradisionil asal Pidi ( Aceh Pesisir), serta tari Likok Pulo, jadi wakil Aceh Kepulauan. Ada pula kesenian Puisi.
Pagelaran seni budaya di Banda Aceh ini diinisiasi oleh Anggota MPR RI Fraksi PAN, H. Muslim Ayub, serta diadakan oleh MPR.
Menurut Muslim Ayub pemasyarakatan Empat Pilar merupakan kesibukan yang begitu penting untuk Indonesia yang homogen yang terbagi dalam beraneka suku, agama, budaya, serta yang lain. Oleh sebab itu tiap anggota MPR dikasih pekerjaan oleh undang-undang untuk menjalankan kesibukan pemasyarakatan ini.
“Indonesia yang terbagi dalam beberapa ribu pulau, beberapa ratus suku, namun kita dihimpun oleh Pancasila. Lantaran Pancasila itu memiliki kandungan beraneka nilai yang bisa mempersatukan Indonesia. Sebab itu, Muslim Ayub ajak penduduk Aceh untuk mendalami keberagaman ini, lantaran dengan mendalami keberagaman kita bisa jadi Indonesia yang hebat,” bebernya dalam info tercatat, Senin (8/7/2019).
Sesaat Kepala Biro Humas Setjen MPR Siti Fauziah menerangkan, lantaran wawasan akan nilai-nilai baik berbangsa serta bernegara penting karena itu MPR menyosialisasikan Empat Pilar ini dengan bermacam sistem ke bermacam segmentasi penduduk. Untuk siswa-siswi tingkat SLTA contohnya, memanfaatkan sistem Lomba Pintar Teliti (LCC) Empat Pilar. Bukan cuma itu, ada juga sistem Kemah Empat Pilar untuk kelompok mahasiswa. Lalu Training of Trainers (ToT) bagi beberapa guru. Bahkan juga untuk murid sekolah basic pemasyarakatan Empat Pilar dikerjakan lewat narasi komik.
Jadi, makin Siti, pagelaran seni budaya salah satunya dari demikian banyak sistem yang ada di dalam frame Pemasyarakatan Empat Pilar. MPR memandang pagelaran seni budaya termasuk juga media yang efisien dalam menyosialisasikan Empat Pilar, lantaran seni tradisionil memiliki kandungan nilai-nilai berisi tuntunan, di samping jadi tontonan yang disukai oleh penduduk. Diluar itu, lewat pagelaran seni tradisionil ini, MPR pun miliki arah turut melestarikan seni tradisionil biar jangan pernah punah.
“Saya mengharapkan pagelaran seni budaya tradisionil ini jadi tontonan, juga sekaligus jadi tuntunan,” papar Siti.
Sesaat Plt. Gubernur Aceh, Ir. Nova Iriansyah, dalam sambutan yang dibacakan oleh Asisten I Bagian Pemerintahan, Hukum, serta Politik Anugerah Fitri Hadi mengatakan, mulai sejak penciptaan manusia, Allah jadikan berlainan. Karena itu Islam menyarankan biar sama-sama menghargai dalam keberagaman.
“Keberagaman mesti jadikan kita damai, tenang, serta mestinya jadi pemacu dalam pembangunan,” kata Nova.
Sesudah itu, dia ajak banyak peserta mendalami Empat Pilar. “Kalaupun kita mendalami Empat Pilar karena itu kita tetap utuh serta berhimpun, serta itu modal dalam pembangunan bangsa,” ujarnya.
Pagelaran seni budaya ini dibuka oleh Muslim Ayub, jadi wakil pimpinan MPR. Sesudah itu dia serta Siti Fauziah, Asisten I bagian Pemerintahan, Hukum, serta Politik Pemprov Aceh Anugerah Fitri Hadi lewat cara saling bersama menabuh Rata’i (sama dengan rebana) jadi tandanya pagelaran seni budaya mulai.
Pertunjukan pertama yang disajikan dalam acara yang berjalan Sabtu (6/7/2019) tempo hari ini ialah tari Guel dari Sanggar Tari Linge Banda Aceh. Guel merupakan kesenian tradisionil Gayo, yang disebut kombinasi seni sastra, seni tari, serta seni musik. Di penduduk Gayo, tari Guel termasuk tari persembahan untuk memberi penghormatan terhadap tamu kehormatan.
Tarian itu ini di mulai timbulnya tujuh penari (dua pria serta lima wanita) dari belakang panggung. Nyanyian dalam bahasa Aceh merasa menyayat didendangkan dua vokalis (wanita serta pria) disertai musik tradisionil, serta banyak penari lantas ada dalam konstruksi baik. Dua penari pria sambil mengibas-ngibaskan kain kerawang (songket Gayo) maju ke depan panggung serta ambil tempat di muka banyak tamu kehormatan, sedang lima penari wanita masih di atas panggung. Perhatian memang tertuju menuju dua penari pria, yang dalam gerakannya adakalanya memberikan penghormatan pada banyak tetamu yang datang.
Tidak hanya Muslim Ayub serta Siti Fauziah, tamu lain yang datang di antaranya Ketua Majelis Pendidikan Aceh, Prof. Dr. H. Warul Wahidin; Ketua Dewan Kebudayaan Aceh, Nurmaida Atmaja; Ketua OPTD Taman Budaya, Dra. Kemalawati; dan tamu undangan yang lain.